Jumat, 31 Juli 2009

Ikhlas

Ikhlas adalah melepas ikatan hati terhadap sesuatu.
Sesuatu bisa berupa apa saja.
Karena apa saja itu disebut sesuatu.

Melepas asal kata dari lepas.
Lawan katanya terikat.
Lepas dengan kata lain adalah bebas.
Bebas itu artinya merdeka.

Jadilah dirimu orang bebas, pesan Rasul Muhammad.
Karena kebebasan adalah kemerdekaan.
La ilaha illallah.
Peniadaan terhadap apapun di hati kita.
Kecuali dengan-Nya.

Dalam hubungannya dengan selain-Nya.
Kita hendaknya meniru air di daun talas.
Airnya tidak pernah melekat.
Walaupun Air berjalan di atas daun.
Itulah filosofi Daun talas dalam kaitannya dengan Ikhlas.

Jumat, 24 Juli 2009

Perantara

Oleh
Muhammad Holid, M.Hum

Suatu ketika Kyai Kholil Bangkalan pernah diundang orang untuk menghadiri acara sunatan. Ketika diundang Kyai Kholil langsung menjawab “ya”. Maklum seorang Kyai sekaliber beliau selalu melihat ke dalam hatinya. Kalau hatinya mengatakan iya’, maka ia akan melakukannya.
Besoknya ketika mau berangkat sang Kyai berpikir, “aku kemarin menjawab iya, tapi aku tidak tahu rumah si punya hajat. Tapi dengan keteguhan hati bahwa beliau akan menemukan rumah si empu hajat, beliau tetap berangkat.
Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan seorang petani. Sebutlah Sidin namanya. Sidin ini petani yang rajin dan selalu tekun melakoni sawahnya walaupun sawah yang dimiliki tidak banyak. Ketika bertemu Sidin, Kyai Kholil bertanya tentang rumah si fulan yang punya hajat menyunatkan putranya. Si Sidin menjawab bahwa rumah empu hajat berada di sebrang jalan berikutnya tidak jauh dari tempat bertemunya Kyai dengan petani itu.
Sang Kyai kemudian bertanya: “Din kenapa engkau tidak ikut juga menghadiri acara itu?”. Sang Sidin menjawab bahwa dirinya tidak diundang. Sang Kyai kemudian menyuruh Sidin untuk mandi untuk diajak ikut serta sang Kyai dalam acara kondangan.
Awalnya si Sidin menolak karena merasa tidak diundang. Sang Kyai memaksa dan menyebutkan bahwa dirinya adalah Kyai Kholil. Begitu mendengar bahwa di depannya adalah Kyai kharismatik di bangkalan, Sidin cepat-cepat beranjak dan mandi. Kyai kemudian berangkat dan berkata: “Aku akan menunggumu di tempat hajatan”.
Begitu sang Kyai tiba, banyak Kyai-Kyai lain telah lama menunggu. Mereka belum memulai acara karena sang Kyai kharismatik belum datang. Akhirnya Kyai dipersilahkan duduk. Dan mereka memohon kepada sang Kyai untuk segera memulai acara karena undangan sudah sejak lama menunggu beliau.
Para Kyai pada heran mimpi apa semalam si punya hajat ini kok Kyai Kholil mau datang ke acaranya. Sebab para Kyai-Kyai desa lainnya ketika mengundang Kyai Kholil, Kyai Kholil jarang datang.
Yang lebih mengherankan lagi adalah Kyai Kholil tidak segera memulai acara itu. Ketika dipersilahkan memulai acara, sang Kyai menjawab: “tunggulah guru saya”. Lebih heranlah para undangan yang hadir. Sebab yang datang ke undangan ini bukan saja Kyai Kholil, melainkan guru Kyai Kholil juga akan datang.
Setelah lama menunggu akhirnya si Sidin datang. Kyai Kholil kemudian memperbaiki duduknya demi menghormat si Sidin. Si Sidin kemudian langsung duduk di samping Kyai Kholil. Semua yang hadir kaget melihat Sidin langsung duduk di samping Kyai Kholil dan lebih mengherankan lagi setelah mendengar perkataan Kyai Kholil bahwa Sidin itulah yang ditunggunya. Sebab dengan adanya Sidin itu, ia bisa menemukan tempat yang dituju. Padahal Sidin dipandang sebagai orang rendah yang diundang pun sudah tidak layak.
Kyai Kholil sebetulnya ingin memberikan pelajaran bagi yang hadir bahwa kita tidak boleh lupa dengan perantara. Perantara ini penting dalam proses perjalanan seseorang. Apalagi seseorang itu dalam proses mencari ilmu. Apapun pangkat perantara, kita tidak boleh lupa. Karena perantara inilah yang bisa menjadikan kita sampai kepada tempat tujuan.
Kita harus merenung kembali melalui siapa kita menemukan guru sejati kita. Dengan perantara siapa kita menemukan jati diri kita. Dengan perantara siapa pula kita mengenal tuhan kita. Itulah semua perantara yang tidak boleh tidak harus kita hormati. Inilah tata krama dalam proses pencarian jati diri.
Semoga bermamfaat.

Kamis, 09 Juli 2009

YPPIS: Kepemimpinan

YPPIS: Kepemimpinan

Sabtu, 04 Juli 2009

Kepemimpinan

Oleh
Muhammad Holid

Akhir-akhir ini perdebatan tentang siapa pemimpin yang layak memimpin negri Indonesia tercinta ini mengemuka. Perdebatan yang mengemuka tetap seputar siapa yang layak dan siapa yang tidak layak.

Penulis sendiri sering ditanya orang siapa kira-kira pemimpin yang layak dipilih. Penulis sendiri bingung untuk menjawabnya. Sebab pertanyaan yang penulis ajukan kepada penulis sendiri adalah “sebagai apa penulis harus menjawab”?.

Terus terang menjadi manusia yang bermasyarakat tidak lepas dari klasifikasi (alat untuk membedakan identitas). Maksudnya, seseorang lahir tidak sendirian. Ia sudah melalui ibu dan bapa. Ibu dan bapa juga melalui ibu dan bapak mereka dahulu. Ibu dan bapak penulis dibesarkan di keluarga pesantren. Pesantren secara organisasi diklasifikasikan sebagai orang-orang yang menganut ahlus sunnah wal jamaah. Ahlus sunnah wal jamaah kalau dipersempit lagi di Indonesia ini adalah Nahdlatul Ulama. Itupun menurut pengakuan orang-orang yang masuk di dalam Nahdlatul Ulama (NU).

Kalau penulis ikut klasifikasi NU, maka penulis akan menjawab bahwa pemimpin yang harus dipilih adalah orang NU. Siapa orang NU yang saat ini mencalonkan diri sebagai presiden? Jawaban satu-satunya yang bisa diberikan adalah Yusuf Kalla. Sebab Yusuf Kalla adalah anak seorang bendahara NU di Sulawesi Selatan. Tapi secara organisasi beliau adalah golkar. Tapi yang jelas semua presiden adalah orang "ASLI" Indonesia. Tapi keaslian patut juga dipertanyakan. Karena Gus Dur sendiri dalam pengakuannya, waktu jadi presiden, nenek moyangnya dari jalur ibu berasal dari Cina. Nah kan semakin tidak ketemu identitasnya. Identitas semakin mencair dan susah dijadikan pedoman.

Tapi kalau klasifikasi itu dihilangkan dan kita melihat realitas yang terjadi, maka banyak orang nampaknya condong kepada SBY. Ingat SBY bukan singkatan dari Surabaya. Istilah condong ini pun masih perlu diperbincangkan. Dan ini hanya sebatas pengetahuan penulis dimana penulis pernah mendengar dari salah seorang pengusaha, bahwa di jamannya Megawati, usahanya tidak akan mengalami kenaikan. Artinya usaha yang dia lakukan akan terus merugi dan dipastikan bangkrut. Sejak pemerintahan SBY, usahanya mulai naik. Itu jawaban yang saya terima dari pengusaha tersebut.

Di samping itu, banyak orang tertarik dengan SBY karena SBY memberikan BLT. Dengan BLT banyak orang miskin dan merasa miskin terbantu nafsu membeli barang-barang sehari-hari yang tak terbeli sebelum ada BLT. Namun akhir-akhir ini Yusuf Kalla memberikan klarifikasi bahwa BLT adalah idenya. Mungkin beliau mencium juga dukungan rakyat kepada SBY karena BLT. Wah, kalau dikaji secara tasawwuf, ini gak ikhlas namanya.

Ada juga yang mengatakan bahwa kita tidak perlu membangun rumah baru yang sudah ada pondasinya. Dan pondasi pemerintahan SBY cukup kuat. Ada juga jawaban yang tidak ada kaitannya, yakni SBY adalah calon presiden yang paling tampan diantara presiden yang ada. Mungkin jawaban ini bagi penggemar berat SBY. He.....kayak orkes dangdut aja...

Kalau kita melihat dari realitas bahwa SBY telah cukup berhasil memberantas korupsi walaupun terkadang strategi hati-hati yang diterapkan, kita cukup berbangga hati karena ada banyak perbaikan di setiap lini. Sebab mengatur banyak orang yang berada di organisasi yang bernama Indonesia ini tidak mudah. Mengatur diri kita sendiri aja sulit, kok mengatur Indonesia. Saya pernah mendengar kyai Mukhit Muzadi, Jember pernah berkata: “Kok ngatur Negoro, ngatur rumah tangga aja lima puluh tahun aja gak selesai-selesai”. Penulis tertawa mendengar kelakar Kyai Mukhit.

Menurut hemat penulis siapapun presidennya, [ma'af, bukan yang penting teh botol sosro minumannya], akan mengalami banyak kendala dalam menjalankan roda pemerintahan Indonesia. Sebab negri yang namanya Indonesia ini, sudah compang-camping. Korupsi meraja lela. Semua urusan harus ada pelicin pakai uang. Kalau tidak ada pelicin, urusan tidak selesai. Utang pemerintah numpuk. Walaupun masyarakat tetap berbelanja sesuai hasratnya di Mall-Mall dan Plaza-Plaza. Penulis kadang heran, katanya Indonesia banyak hutang, tapi jual beli masyarakat tidak berkurang. Ada seorang di sebelah penulis menjawab: “Loh yang banyak hutangnya kan negara mas”. Penulis juga mengiyakan jawaban tersebut.

Kembali kepada persoalan kepemimpinan, bagaimana sebetulnya kepemimpinan dalam al-Qur’an sendiri. Al-Qur’an dalam menyoal kepemimpinan hanya memberikan kategori dua. Di titik ini, penulis seringkali sulit untuk berpikir bebas dari katagori. Sebab kategori juga salah cara menafsirkan realitas.

Dua hal itu adalah pertama jujur. Dan kedua dapat dipercaya. Bahasa al-Qur’annya adalah Shadiqul Amin. Pertanyaan lebih lanjut adalah kenapa al-Qur’an hanya memunculkan dua kategori ini. Sebab, ini kalau kita mau berpikir kausalitas (sebab akibat), kalau seorang pemimpin jujur, maka dia tidak akan melakukan kecurangan. Itu yang pertama. Dan ini sudah tautologis (hanya membalikkan kebalikan kata jujur).

Kedua, jujur merupakan pondasi. Apapun pekerjaan yang dilakukan kalau tidak disertai dengan kejujuran, maka pekerjaan itu akan kehilangan pondasi. Ibaratnya bangunan, kalau pondasi ambruk, maka bangunan akan runtuh. Kalau bangunan ambruk, lalu bangunan apa yang hendak kita bangun lagi, kalau pondasi selalu kita hancurkan.

Syarat yang kedua adalah amanah. Amanah ini bisa dimaknai sebagai kepercayaan, bisa dipercaya, dan bertanggung jawab. Syarat kedua ini juga pondasi. Sebab semua yang diberikan oleh Allah adalah amanah. Istri amanah. Anak amanah. Kita sendiri adalah amanah. Mata amanah, telinga amanah, hidung amanah, bibir amanah, lidah amanah. Semua anggota baik yang bersifat software (pikiran dan perasaan) maupun hardware (anggota tubuh kasar), adalah amanah. Maka kita tidak layak menggunakan amanah Allah kepada sesuatu yang tidak layak menurut Allah bukan menurut kita. Termasuk kepemimpinan juga amanah.

Kepemimpinan sebetulnya juga pemberian Allah. Yang menilai Allah sendiri. Kalau seseorang dipandang amanah oleh Allah, maka Allah akan terus memberikan kepercayaan kepada orang itu. Dan itu sudah pasti. Walaupun di mata manusia orang itu tidak layak. Sebab semuanya milik Allah, walaupun Allah tidak pernah membuat sertifikat tanah dan mengkotak-kotak golongan dan bangsa, kata sebagian orang.

Lalu, kalau dua kreteria dalam al-Qur’an ini yang mau kita anut, kira-kira siapa yang lebih dekat dengan dua kreteria tersebut? Pembaca sendiri yang bisa menjawabnya.
Yang pasti penulis sendiri, menulis bukan sebagai jurkam pilpres 2009. Apalagi sebagai calon menantu Presiden. Ah semakin ngelantur aja tulisan ini....

Selamat memilih presiden.
SBY : Saya biasa yang enak, jadi enak terus...
JK : Jangan Keburu, perhitungkan dengan cermat...
Ibu Mega : sorga berada di bawah telapak kaki dan diantara dua kaki ibu....