Sabtu, 26 Februari 2011

Maulud Nabi

Bulan Maulud diperingati sebagai hari lahirnya baginda Rasul Muhammad SAW. Beliau lahir hari senen, dan wafatnya juga hari senen. Namun pengikut Nabi Muhammad tidak pernah merayakan kematian beliau. Kenapa? Karena beliau tetap hidup di hati umatnya.

Banyak orang bertanya, apa dasar dilaksanakannya peringatan bulan maulud? Pertanyaan ini sebetulnya bisa dijawab dengan analog, apa dasarnya kita memperingati hari kemerdekaan kita? Maka jawabannya adalah sebagai rasa syukur atas kemerdekaan yang telah diberikan kepada rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Walaupun penjajahan ekonomi sampai saat ini masih tetap berlangsung.

Begitu juga dengan kelahiran Rasul. Hari lahirnya dirayakan karena kita bersyukur di tengah-tengah umat manusia dilahirkan seorang Rasul untuk memberikan petunjuk atau jalan bagaimana sebaiknya kita hidup di dunia. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ketiadaan rasul, kemudian kita tidak bisa hidup? jawabannya adalah tetap bisa hidup namun kita akan berjalan seperti orang yang tidak punya kesadaran (ajelen mamong).

Kenapa kita dikatakan bahwa tanpa adanya seorang Rasul kita akan berjalan tanpa kita sadari? karena Rasul itu sendiri diutus untuk menyadarkan kehidupan manusia yang memang selalu dihantui oleh ketidaksadaran. Kita seringkali tidak menyadari kalau apa yang kita lakukan ini menyusahkan kita. Misalnya, Rasul mengajarkan kepasrahan total kepada Allah, karena ketidakpasrahan merupakan bentuk penderitaan yang lain dari sejarah hidup umat manusia. Mengapa demikian?

Ketidakpasrahan identik dengan perlawanan. Orang yang tidak pasrah sama dengan orang yang mengandalkan dirinya sendiri untuk melawan kehendak semesta. Padahal banyak sekali kekuatan tuhan yang disalurkan melalui alam semesta ini yang seringkali membuat kita kecewa. Kita menjadi stress karena kita tidak mau tunduk dan terus melawan. Arus kehidupan laksana air deras yang mengalir yang tidak bisa dibendung oleh siapapun. Terkadang alirannya sangatlah deras. Kita tidak hanyut saja sudah sangat beruntung. Namun kebanyakan diri kita hanyut terbawa arus kehidupan itu. Akhirnya, kita akan terbawa kepada kekecewaan-kekecewaan yang terus datang silih berganti melihat kondisi alam membentangkan kenyataan yang tidak sesuai dengan kehendak pikiran kita.

Dengan kekuatan kepasrahan kepada Allah, yang diberitahukan oleh para rasul yang telah diutus kepada kita, kita akan menjadi lebih luwes dalam menghadapi kehidupan yang serba tak terdeteksi ini. Kita akan menerima segala kenyataan yang bertentangan bahkan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Sehingga ada seorang Rasul Tuhan yang mengatakan bahwa : KEBAHAGIAAN ADALAH BERDAMAI SEPENUH HATI DENGAN APAPUN YANG TERJADI DAN TIDAK KITA INGINKAN.

BERDAMAILAH DAN BERBAHAGIALAH. SEMOGA MAULUD NABI MENJADI MOMEN UNTUK MENYADARKAN KITA SEMUA.

KEPADA SEMUA ALUMNI, SIMPATISAN, IKHWAN DAN SEMUA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PESANTREN ISLAM SALAFIYAH PAKISAN, KAMI PENGASUH PESANTREN MENGUNDANG ANDA UNTUK MERAMAIKAN PERINGATAN MAULUD NABI DI PONPES PAKISAN TANGGAL 3 MARET 2011, KAMIS MALAM JUM'AT MANIS.

Rabu, 09 Februari 2011

Menghargai diri sendiri

"Menghargai diri sendiri" begitulah kata kita, apabila ada orang yang tidak berprilaku sopan kepada kita. Kita akan berkata, "Cobalah anda menghargai diri anda dengan berprilaku sopan." Seolah-olah tidak ada masalah dengan kata itu.

Namun ungkapan itu banyak mengandung soal, ketika seseorang mulai menghargai dirinya terlalu tinggi. Namun harga yang diberikan kepada dirinya tidak sesuai dengan apa yang ada pada dirinya. Inilah masalah kemudian akan dituai. Masalah akan bermunculan.

Pertama masalah yang muncul dari diri yang bersangkutan. Masalah yang sering terjadi pada diri yang bersangkutan adalah munculnya rasa sombong, congkak dan angkuh. Dia tidak akan mau merendahkan dirinya sedikitpun apalagi di hadapan orang-orang yang memang dianggap lebih rendah dari dirinya.

Masalah yang kedua adalah masalah yang timbul dari orang lain. Orang lain, akan cendrung menjauh dari dirinya. Menjauh bukan karena takut, atau sungkan kata orang jawa dengan dirinya. Melainkan enggan berhubungan dengan dirinya karena selalu meninggikan dirinya sendiri. Parahnya lagi, kepercayaan lambar laun menjadi hilang kepada orang yang menghargai dirinya terlalu tinggi tersebut.

Sama halnya kita punya barang di dalam toko. Kalau barang yang kita tawarkan tidak sesuai dengan apa yang ada atau kondisi barang itu, orang akan cendrung menjauhi bahkan enggan untuk dekat dengan toko itu. Karena belum menyentuh barang, barang sudah ditawarkan dengan harga yang tinggi.

Inilah kemudian perlunya sikap kita untuk selalu rendah hati kepada siapapun. Rendah hati bukan berarti tidak menghargai diri kita sendiri. Melainkan sikap yang wajar. Apabila kita ingin berbuat hal yang kita inginkan terjadi juga pada kita, maka berbuatlah yang sama terhadap orang lain. Kita yang berbuat, kita pulalah yang akan menunainya.

Salam Hormat.

Sabtu, 05 Februari 2011

Persoalan mendewasakan kita

Banyak orang mengeluhkan persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam hidup ini. Mulai dari anak nakal yang tidak bisa diatur, rumah yang ada tidak sesuai dengan keinginan, pekerjaan sehari-hari yang membosankan, kejenuhan dengan pasangan yang itu-itu saja, persoalan dengan teman kerja yang tak kunjung selesai, dan banyak lagi yang lainnya. Namun apakah kita pernah berpikir, bahwa persoalan yang diberikan Tuhan kepada kita, adalah cara tuhan untuk mendewasakan kita agar kita semakin paham dengan hidup ini?

Mungkin, kita tidak peduli dengan jawaban sementara yang saya berikan. Namun mari kita sedikit demi sedikit mengkaji bahwa sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, tidak semuanya sesuai dengan keinginan kita. Alam semesta pun tidak harus memenuhinya. Alam punya logika sendiri untuk menyelaraskan dengan semua keinginan manusia. Coba kita bayangkan, bagaimana seandainya, alam tidak menghujani bumi, karena banyak orang yang lagi menjemur padi. Bagaimana kemudian nasib tanaman dan tumbuhan yang membutuhkan air. Bagaimana manusia bisa menikmati sumber air, kalau sumber sudah kering karena tiada hujan yang turun.

Ini satu contoh kecil dari kejadian alam yang kadang tidak sesuai dengan keinginan semua orang. Kita punya anak, tapi anak itu sering tidak sesuai dengan keinginan kita, lalu kita menjadi sangat marah terhadap anak kita, lalu apa yang terjadi? Kita akan menjadi sangat frustasi dengan anak kita. Kita kadangkala menginginkan masa remaja kembali lagi dan bisa menikmati kebebasan kita sebagai remaja yang tidak punya keluarga. Namun kalau dipikir lebih mendalam lagi, bahwa anak itu hanya sebagai gambaran bahwa kita tidak jauh dalam berprilaku kepada orang tua kita dulu seperti halnya anak kita kepada kita saat ini. Lalu kalau anak itu sebagai gambaran diri kita, kita akan melawan siapa? kalau kita melawan si anak, berari kita melawan diri kita sendiri sebab anak adalah gambaran diri.

Inilah kemudian adanya anak sebagai penyebab agar kita selalu menyadari dan meningkatkan kesadaran itu sendiri. Peningkatan kesadaran diri itu dalam rangka untuk mengenal diri ini lebih mendalam. Sebab diri ini tanpa adanya pantulah dari orang di luar diri, susah juga untuk mengenali diri. Itulah kemudian Allah sendiri menciptakan manusia agar Tuhan mampu mengenali dirinya sendiri. Tanpa adanya penjelmaan diri Tuhan sendiri, rasa-rasanya Tuhan sulit mengenali dirinya sendiri. Bahkan Tuhan yang tak ternamai, menciptakan Allah itu sendiri sebagai cara untuk mengenalkan dirinya.

Yang kedua, agar supaya kita ini belajar rasa. Rasa adalah sejatinya manusia. Tanpa bisa merasakan kita tidak akan pernah hidup. Untuk apa hidup kemudian, kalau hidup tidak bisa dirasakan? Kita masih menikmati makanan, karena kita mampu merasakan. Kita bisa menikmati hubungan suami istri, karena kita bisa merasakan nikmatnya berhubungan badan. Itu semua mengandung rasa. Kita sebagai kepala keluarga, agar kita merasakan bagaimana pahitnya menjadi orang tua. Hukum karma juga diadakan, tujuannya tidak lain, dan tidak bukan, agar kita semua bisa merasakan apa yang kita perbuat. Kata pepatah; siapa yang menanam, dialah yang akan menuai.

Untuk itulah, mari kita terus belajar agar kita bisa meningkatkan kesadaran diri dan juga bisa belajar untuk terus merasakan. Dengan demikian, kita tidak akan semena-mena dalam memberikan penilaian kepada lain orang. Walaupun hakekatnya, semua manusia adalah satu.