Senin, 28 Maret 2011

Kekhawatiran III

Ada seorang laki-laki yang menikahi perempuan tetangganya. Perempuan ini adalah istri keduanya setelah dia berpisah dari istri pertama. Punya anak dua.

Lama dia mencari kerja. Namun pekerjaan yang diharapkan tidak kunjung datang. Akhirnya sang istri yang kreatif bekerja dan menghasilkan uang. Kebutuhan sehari-hari cukup buat makan sekeluarga.

Sampai saat ini sang suami tetap tidak menemukan pekerjaan. Setiap ia bekerja pasti rugi bahkan ketika membuka usaha habis dengan modal-modalnya. Ia menjadi bingung. Gimana solusinya. Apa kata tetangga, pikirnya. Kok laki-laki tidak bekerja. Malah perempuan yang bekerja. Ia merasa harga dirinya terinjak-injak.

Dia kemudian mengadukan perihalnya kepada salah seorang kyai. Sang kyai hanya berkomentar satu kalimat: ah lagi-lagi kekhawatiran diri.

Kekhawatiran II

Ada seorang suami mengadu kepada sang kyai. Ini kyai istri saya tidak nurut kemauan saya, ujar sang suami sambil melirik sang istri. Dia malah sibuk berpolitik. Bok, ya saya saja yang berpolitik. Itu kan kawasan laki-laki.

Sang kyai bertanya: apa benar pengakuan sang suami ibu? si istri mengangguk. Lalu sang kyai bertanya kepada si suami; apa salah jika seorang ibu berpolitik?

Si suami tidak terima pertanyaan sang kyai. Ia merasa tidak dibela oleh kyai. Pengennya dia mengadu untuk mencari dukungan sang kyai agar membelanya. Dan istri 'insaf' dan mau kembali menjadi ibu rumah tangga yang baik-baik menurut definisinya.

Begini, sang kyai menengahi, kita sebagai laki-laki jangan berpikir sepihak dari sudut pandang kita saja. Cobalah berpikir dari sudut pandang istrimu. Mungkin istrimu tidak ada kegiatan di rumah dan punya jiwa politik juga. Toh kamu berbeda partai dengan istrimu. Apakah kamu takut tersaingi dengan prestasi istrimu? Apakah prestasi istrimu jika melebihi kamu, harga dirimu merasa diinjak-injak?

Ah lagi-lagi kekhawatiran yang muncul.

Kekhawatiran 1

Ada seorang murid, membela gurunya yang dicaci maki oleh orang yang tidak suka dengan ajaran sang guru. Pembelaan itu dilakukan oleh murid itu dengan memukul orang yang mencaci itu. Orang yang dipukul jadi pingsan. Sang murid menjadi bingung sendiri.

Akhir cerita, sang murid kemudian sowan kepada guru. Sang guru langsung menebak murid: Anda memukul orang ya! kata sang guru. Guru itu dikenal sebagai orang yang tahu sebelum kejadian akan terjadi (weruh sak duruning winarah). Sang murid tidak bisa mengelak. Ia mengaku.

Sang guru pelan-pelan berbicara. Kamu tidak perlu membela saya. Sebab kamu adalah tanggungan saya. Kalau kamu begitu, berarti kamu tidak percaya saya. Dan kamu masih percaya, kalau nasib saya masih berada di tangan manusia. Kalau kamu memukul orang, sebetulnya muncul dari kekhawatiranmu sendiri.

Sang murid tertegun. Ia ingat cerita pewayangan. Salah satu tokoh dalam pewayangan membela gurunya yang akan dipanah. Ia kemudian memanah duluan orang yang akan memanah sang guru. Tapi Sang guru malah menegor dan menghukum sang murid. Karena sang murid masih percaya kalau nasib sang guru ada di ujung panah.

Sabtu, 26 Februari 2011

Maulud Nabi

Bulan Maulud diperingati sebagai hari lahirnya baginda Rasul Muhammad SAW. Beliau lahir hari senen, dan wafatnya juga hari senen. Namun pengikut Nabi Muhammad tidak pernah merayakan kematian beliau. Kenapa? Karena beliau tetap hidup di hati umatnya.

Banyak orang bertanya, apa dasar dilaksanakannya peringatan bulan maulud? Pertanyaan ini sebetulnya bisa dijawab dengan analog, apa dasarnya kita memperingati hari kemerdekaan kita? Maka jawabannya adalah sebagai rasa syukur atas kemerdekaan yang telah diberikan kepada rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Walaupun penjajahan ekonomi sampai saat ini masih tetap berlangsung.

Begitu juga dengan kelahiran Rasul. Hari lahirnya dirayakan karena kita bersyukur di tengah-tengah umat manusia dilahirkan seorang Rasul untuk memberikan petunjuk atau jalan bagaimana sebaiknya kita hidup di dunia. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ketiadaan rasul, kemudian kita tidak bisa hidup? jawabannya adalah tetap bisa hidup namun kita akan berjalan seperti orang yang tidak punya kesadaran (ajelen mamong).

Kenapa kita dikatakan bahwa tanpa adanya seorang Rasul kita akan berjalan tanpa kita sadari? karena Rasul itu sendiri diutus untuk menyadarkan kehidupan manusia yang memang selalu dihantui oleh ketidaksadaran. Kita seringkali tidak menyadari kalau apa yang kita lakukan ini menyusahkan kita. Misalnya, Rasul mengajarkan kepasrahan total kepada Allah, karena ketidakpasrahan merupakan bentuk penderitaan yang lain dari sejarah hidup umat manusia. Mengapa demikian?

Ketidakpasrahan identik dengan perlawanan. Orang yang tidak pasrah sama dengan orang yang mengandalkan dirinya sendiri untuk melawan kehendak semesta. Padahal banyak sekali kekuatan tuhan yang disalurkan melalui alam semesta ini yang seringkali membuat kita kecewa. Kita menjadi stress karena kita tidak mau tunduk dan terus melawan. Arus kehidupan laksana air deras yang mengalir yang tidak bisa dibendung oleh siapapun. Terkadang alirannya sangatlah deras. Kita tidak hanyut saja sudah sangat beruntung. Namun kebanyakan diri kita hanyut terbawa arus kehidupan itu. Akhirnya, kita akan terbawa kepada kekecewaan-kekecewaan yang terus datang silih berganti melihat kondisi alam membentangkan kenyataan yang tidak sesuai dengan kehendak pikiran kita.

Dengan kekuatan kepasrahan kepada Allah, yang diberitahukan oleh para rasul yang telah diutus kepada kita, kita akan menjadi lebih luwes dalam menghadapi kehidupan yang serba tak terdeteksi ini. Kita akan menerima segala kenyataan yang bertentangan bahkan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Sehingga ada seorang Rasul Tuhan yang mengatakan bahwa : KEBAHAGIAAN ADALAH BERDAMAI SEPENUH HATI DENGAN APAPUN YANG TERJADI DAN TIDAK KITA INGINKAN.

BERDAMAILAH DAN BERBAHAGIALAH. SEMOGA MAULUD NABI MENJADI MOMEN UNTUK MENYADARKAN KITA SEMUA.

KEPADA SEMUA ALUMNI, SIMPATISAN, IKHWAN DAN SEMUA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PESANTREN ISLAM SALAFIYAH PAKISAN, KAMI PENGASUH PESANTREN MENGUNDANG ANDA UNTUK MERAMAIKAN PERINGATAN MAULUD NABI DI PONPES PAKISAN TANGGAL 3 MARET 2011, KAMIS MALAM JUM'AT MANIS.

Rabu, 09 Februari 2011

Menghargai diri sendiri

"Menghargai diri sendiri" begitulah kata kita, apabila ada orang yang tidak berprilaku sopan kepada kita. Kita akan berkata, "Cobalah anda menghargai diri anda dengan berprilaku sopan." Seolah-olah tidak ada masalah dengan kata itu.

Namun ungkapan itu banyak mengandung soal, ketika seseorang mulai menghargai dirinya terlalu tinggi. Namun harga yang diberikan kepada dirinya tidak sesuai dengan apa yang ada pada dirinya. Inilah masalah kemudian akan dituai. Masalah akan bermunculan.

Pertama masalah yang muncul dari diri yang bersangkutan. Masalah yang sering terjadi pada diri yang bersangkutan adalah munculnya rasa sombong, congkak dan angkuh. Dia tidak akan mau merendahkan dirinya sedikitpun apalagi di hadapan orang-orang yang memang dianggap lebih rendah dari dirinya.

Masalah yang kedua adalah masalah yang timbul dari orang lain. Orang lain, akan cendrung menjauh dari dirinya. Menjauh bukan karena takut, atau sungkan kata orang jawa dengan dirinya. Melainkan enggan berhubungan dengan dirinya karena selalu meninggikan dirinya sendiri. Parahnya lagi, kepercayaan lambar laun menjadi hilang kepada orang yang menghargai dirinya terlalu tinggi tersebut.

Sama halnya kita punya barang di dalam toko. Kalau barang yang kita tawarkan tidak sesuai dengan apa yang ada atau kondisi barang itu, orang akan cendrung menjauhi bahkan enggan untuk dekat dengan toko itu. Karena belum menyentuh barang, barang sudah ditawarkan dengan harga yang tinggi.

Inilah kemudian perlunya sikap kita untuk selalu rendah hati kepada siapapun. Rendah hati bukan berarti tidak menghargai diri kita sendiri. Melainkan sikap yang wajar. Apabila kita ingin berbuat hal yang kita inginkan terjadi juga pada kita, maka berbuatlah yang sama terhadap orang lain. Kita yang berbuat, kita pulalah yang akan menunainya.

Salam Hormat.

Sabtu, 05 Februari 2011

Persoalan mendewasakan kita

Banyak orang mengeluhkan persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam hidup ini. Mulai dari anak nakal yang tidak bisa diatur, rumah yang ada tidak sesuai dengan keinginan, pekerjaan sehari-hari yang membosankan, kejenuhan dengan pasangan yang itu-itu saja, persoalan dengan teman kerja yang tak kunjung selesai, dan banyak lagi yang lainnya. Namun apakah kita pernah berpikir, bahwa persoalan yang diberikan Tuhan kepada kita, adalah cara tuhan untuk mendewasakan kita agar kita semakin paham dengan hidup ini?

Mungkin, kita tidak peduli dengan jawaban sementara yang saya berikan. Namun mari kita sedikit demi sedikit mengkaji bahwa sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, tidak semuanya sesuai dengan keinginan kita. Alam semesta pun tidak harus memenuhinya. Alam punya logika sendiri untuk menyelaraskan dengan semua keinginan manusia. Coba kita bayangkan, bagaimana seandainya, alam tidak menghujani bumi, karena banyak orang yang lagi menjemur padi. Bagaimana kemudian nasib tanaman dan tumbuhan yang membutuhkan air. Bagaimana manusia bisa menikmati sumber air, kalau sumber sudah kering karena tiada hujan yang turun.

Ini satu contoh kecil dari kejadian alam yang kadang tidak sesuai dengan keinginan semua orang. Kita punya anak, tapi anak itu sering tidak sesuai dengan keinginan kita, lalu kita menjadi sangat marah terhadap anak kita, lalu apa yang terjadi? Kita akan menjadi sangat frustasi dengan anak kita. Kita kadangkala menginginkan masa remaja kembali lagi dan bisa menikmati kebebasan kita sebagai remaja yang tidak punya keluarga. Namun kalau dipikir lebih mendalam lagi, bahwa anak itu hanya sebagai gambaran bahwa kita tidak jauh dalam berprilaku kepada orang tua kita dulu seperti halnya anak kita kepada kita saat ini. Lalu kalau anak itu sebagai gambaran diri kita, kita akan melawan siapa? kalau kita melawan si anak, berari kita melawan diri kita sendiri sebab anak adalah gambaran diri.

Inilah kemudian adanya anak sebagai penyebab agar kita selalu menyadari dan meningkatkan kesadaran itu sendiri. Peningkatan kesadaran diri itu dalam rangka untuk mengenal diri ini lebih mendalam. Sebab diri ini tanpa adanya pantulah dari orang di luar diri, susah juga untuk mengenali diri. Itulah kemudian Allah sendiri menciptakan manusia agar Tuhan mampu mengenali dirinya sendiri. Tanpa adanya penjelmaan diri Tuhan sendiri, rasa-rasanya Tuhan sulit mengenali dirinya sendiri. Bahkan Tuhan yang tak ternamai, menciptakan Allah itu sendiri sebagai cara untuk mengenalkan dirinya.

Yang kedua, agar supaya kita ini belajar rasa. Rasa adalah sejatinya manusia. Tanpa bisa merasakan kita tidak akan pernah hidup. Untuk apa hidup kemudian, kalau hidup tidak bisa dirasakan? Kita masih menikmati makanan, karena kita mampu merasakan. Kita bisa menikmati hubungan suami istri, karena kita bisa merasakan nikmatnya berhubungan badan. Itu semua mengandung rasa. Kita sebagai kepala keluarga, agar kita merasakan bagaimana pahitnya menjadi orang tua. Hukum karma juga diadakan, tujuannya tidak lain, dan tidak bukan, agar kita semua bisa merasakan apa yang kita perbuat. Kata pepatah; siapa yang menanam, dialah yang akan menuai.

Untuk itulah, mari kita terus belajar agar kita bisa meningkatkan kesadaran diri dan juga bisa belajar untuk terus merasakan. Dengan demikian, kita tidak akan semena-mena dalam memberikan penilaian kepada lain orang. Walaupun hakekatnya, semua manusia adalah satu.

Minggu, 16 Januari 2011

Berbuatlah

Jika engkau ingin menjadi penulis, menulislah
Jika engkau ingin membaca, bacalah
Jika engkau ingin meneliti, telitilah
Jika engkau berbicara, bicaralah
Jika engkau ingin berbuat, lakukanlah
Jika engkau ingin diam, diamlah

Jika engkau ingin pinter, belajarlah
Jika engkau ingin ilmu, praktekkanlah
Jika engkau ingin punya anak, kawinlah
Jika ingin melanglang buana, melajanglah

Jika engkau ngantuk, tidurlah
Jika ingin pulang, pulanglah
Jika engkau ingin sesuatu, raihlah
Jika engkau menggapai dunia, bekerjalah sekuat tenagamu
Jika engkau ingin tenang, damaikanlah

Jika engkau haus, minumlah
Jika engkau ingin berbuat sesuatu, lakukanlah
Jika engkau lapar, makanlah
Jika engkau ingin merokok, merokoklah

Jika engkau ingin beriman, berimanlah
Jika engkau ingin kafir, kafirlah
Semuanya terserah engkau
Berbuatlah
Pandanglah segala sesuatu dengan sederhana
Yang selalu menunggu kita
Untuk berbuat
Titik.

Indonesia dari sisi yang lain

"Semua terbutakan oleh keinginan. Asap disebabkan oleh api. Cermin oleh debu. Itu yang membutakan semuanya". Itulah ungkapan yang saya petik dari film yang dibintangi Mel Gibson dengan judul The Year Of Living Dangerously. Sebuah film yang menceritakan pergolakan revolusi di Jakarta pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Film itu mengisahkan seorang wartawan Australia yang berusaha dalam kariernya untuk bisa meliput berita yang terjadi di Indonesia. Wartawan yang diperankan oleh Mel Gibson itu bernama Joe. Di Indonesia, dia telah ditunggu oleh wartawan berasal dari Australia juga, yang telah lama menantinya. Dia bernama Billy. Orangnya kerdil. Ayahnya cina dan ibunya Australia. Jadi Billy merupakan peranakan.

Setiba di Indonesia Joe ini diajak Billy untuk menemui beberapa tokoh penting. Karena Billy dikenal sebagai orang yang bisa mengakses ke semua tokoh penting di Jakarta. Diantara tokoh penting yang diperkenalkan Billy kepada Joe adalah Aidit, Soebandrio dan seorang wartawan cantik asal Inggris yang menjadi penghubung bagi informasi-informasi rahasia. Blly dikenal sebagai wartawan yang peduli terhadap bangsa Indonesia. Dia sering memberikan uang kepada penduduk. Ada sebuah keluarga yang sering diberi uang oleh Billy. Sampai anak keluarga itu sakit, Billy memberikan uang kepada ibunya untuk berobat ke dokter.

Kebiasaan Billy ini membuat foto dan mengarsipkan dengan rapi semua hal yang ditemuinya. Potret yang paling banyak dia foto adalah wajah. Semua wajah yang dianggapnya mengandung pandangan sebuah harapan untuk perbaikan, dia potret. Suatu saat dia berjalan menelusuri kampung, dan anak dari sebuah keluarga yang sering dia beri uang meninggal. Akhirnya Billy pun pergi ke sebuah hotel dimana di situ akan dihadiri oleh Soekarno dengan memasang sepanduk yang bertuliskan “ Soekarno berilah makan rakyatmu”. Sebelum sepanduk itu dilihat oleh Soekarno, Billy sudah dijatuhkan dari atas hotel itu oleh aparat militer rahasia. Akhirnya Billy terjatuh dan mati. Mungkin itulah jawaban dari pertanyaannya ketika melihat keluarga yang disayanginya meninggal “ apa yang harus kita lakukan”, batin Billy. Tentu keluhan apa yang akan kita lakukan, adalah melakukan untuk membuat perubahan. Dan perubahan bisa dialkukan dari mana saja. Karena Billy sering melihat penduduk yang kelaparan sampai memakan beras mentah yang baru dibagikan ke penduduk dimana penduduk saling berebut di situ.

Sungguh film yang menarik. Dan film itu membuat aku berpikir ulang tentang Soekarno yang selama ini Soekarno menjadi idolaku. Tapi sokearno juga manusia yang punya sisi kelemahan. Seokarno ingin membangun harga diri bangsa. Walaupun banyak orang Indonesia kelaparan, tapi kelaparan yang terhormat. Demi sebuah ego. Ego bisa mengalahkan semuanya. Banyak orang yang rela menderita demi mempertahankan sebuah ego. Dan ego ini timbul dari sebuah keinginan. Karena seperti yang dikatakan Billy ketika memperlihatkan wayang kulit kepada Joe, bahwa kita semua telah terbutakan oleh keinginan.

Film ini juga banyak dibumbuhi oleh kondisi Indonesia yang dipenuhi dengan banyak perempuan pelacur. Mereka jadi pelacur demi mendapatkan uang yang sedikit untuk bertahan hidup. Hidup adalah perjuangan. Demi untuk hidup itu sendiri. Joe sendiri orang yang kurang tertarik dengan pelacur ini. Sebagaimana halnya dengan Billy. Berbeda halnya dengan teman-teman wartwan yang lain. Untuk melampiaskan hasratnya, mereka menggunakan pelacur yang banyak ditemui di bawah kolong jembatan. Barangkali dari sinilah sejarah pelacur di bawah kolong jembatan dimulai. Sampai saat ini, banyak dijumpai pelacur di bawah kolong jembatan. Demi melayani pelampiasan hasrat yang memang tiada matinya.

Joe sendiri lebih tertarik dengan perempuan Inggris yang memang dalam film itu digambarkan sebagai perempuan yang penuh dengan gairah yang normal bukan gairah yang dipaksakan karena uang. Itulah pilihan-pilihan. Karena tidak memilih pun adalah sebuah pilihan.

Namun Joe sendiri punya keinginan besar untuk membuat perubahan. Dia melanggar apa yang dicita-citakan oleh Billy. Billy kecewa terhadap Joe. Kenapa Joe menjadi terlibat sangat politis. Keinginan Joe adalah membuat perubahan dari segi politik yang memang tidak boleh dicampuri oleh seorang jurnalis.

Namun dengan kondisi yang tidak menentu, yang ditemui oleh Joe hanyalah pukulan dengan senjata yang telah melukai matanya. Di suatu tempat terpencil dia dirawat. Esoknya dia dikunjungi oleh temannya yang menjadi asisten di kantornya. Dia adalah anggota PKI. Saat itu PKI sudah kalah dipentas politik. Dia bertanya kepada Joe; apakah aku orang bodoh? Tidak. Jawab Joe. Lalu kenapa aku tidak bisa hidup lebih baik yang bisa dicapai oleh orang bodoh yang ada di negrimu. Joe tidak bisa menjawab. Akhirnya yang bertanya itu menimpali: ternyata Barat pun tidak punya jawaban atas penderitaan yang aku alami di Indonesia. Kenapa kita harus saling membunuh karena hanya kita ingin punya kehidupan yang lebih baik. Itulah dunia. Semua merebut untuk meraih kehidupan yang lebih baik menurut kita. Tidak lebih.

Siapakah Allah itu?

Ada seseorang anak kecil berumur tujuh tahun yang bertanya kepada ayahnya; Ayah, Allah itu siapa sih yah? Seringkali saya mendengar ibu guru bercerita Allah, tapi kok saya tidak pernah diberitahukan seperti siapa Allah itu sih, tanya sang anak lebih lanjut. Sang ayah bingung menjawabnya. Bagaimana ia menjelaskan tentang Allah kepada seorang anak kecil yang pikirannya mulai menanyakan sesuatu yang menuntut jawaban yang kongrit. Sedangkan menurut sang ayah, Allah adalah sebuah konsep yang abstrak. Dan pertanyaan sang anak bisa dimaklumi. Secara psikologis, anak yang berumur tujuh tahun sampai lima belas tahun dalam perkembangan kerohaniannya, mengartikan konsep-konsep yang ada dan dijumpainya, seringkali dikaitkan dengan sesuatu yang kongkrit.

Dengan pikiran yang serba canggung dan dalam kebingungan sang ayah dalam hal menjelaskan Allah, akhirnya sang ayah menjawab bahwa Allah itu adalah tuhan kita. Allah itu adalah zat yang menghidupi kita. Yang memberikan kita rizki. Dan masih banyak jawaban sang ayah yang lainnya, yang masih tidak dimengerti oleh sang anak.
Jawaban sang ayah ternyata tidak memuaskan logika si anak. Jawaban sang ayah bahwa Allah itu adalah tuhan, ditimpali oleh sang anak. Lalu siapa tuhan itu? Pertanyaan ini semakin membingungkan sang ayah. Akhirnya sang ayah mengakhiri percakapan itu dengan sebuah jawaban diplomatis. Nak! kamu akan mengerti sendiri ketika kamu tiba waktunya untuk mengerti.

Dari dialog ini kita bisa mengambil sebuah pelajaran bahwa cerita-cerita tentang tuhan yang selama ini diajarkan di sekolah-sekolah, di institusi-institusi agama seringkali tidak memuaskan logika kita. Bahkan seorang anak kecil pun tidak puas dengan jawaban bahwa Allah adalah tuhan kita. Lalu bagaimana kita akan menerangkan sejarah tuhan dengan ringkasan yang cukup untuk sebuah pengantar akan pemahaman akan tuhan lebih mendalam. Dapatkah nantinya penjelasan ini cukup logis bagi kita semua?

Dalam sejarah, banyak pertanyaan ini dilontarkan. Dalam semua agama, perdebatan tentang siapakah si Dia yang telah menciptakan alam dan seisinya ini masih menyisakan sebuah misteri. Perbincangan menyangkut tuhan pun dilakukan dengan sangat hati-hati. Karena akan menyisakan sebuah pertentangan yang salah-salah bisa mengakibatkan pertumpahan darah. Padahal tuhan tidak perlu dibela. Karena tuhan sudah kuasa untuk membela dirinya sendiri.

Padahal dikatakan dalam sebuah hadis Rasul Muhammad: Awwaluddin Makrifatullah. Pertama-tama yang harus diketahui oleh orang yang beragama itu adalah mengenal Allah. Sebelum kita mengenal yang lain, hadis rasul ini cukup jelas menegaskan bahwa kita lebih dahulu perlu mengenal Allah dari pada mengenal yang lainnya. Bagaimana kita akan menyembahnya kalau kita tidak mengenalnya. Lalu bagaimana semestinya kita mengenal Allah?

Di dalam buku Thaoisme of Islam, Murata mengatakan bahwa semua agama sepakat bahwa Allah pada dirinya tidak ada yang mengetahui bahkan para Rasul pun tidak ada yang mengetahui. Allah hanya bisa diketahui pada sesuatu yang lain, yakni ciptaannya. Inilah kemudian alasan Rasul Muhammad pernah menitahkan kepada kita semua untuk berpikir tentang diri kita sendiri. Jangan memikirkan tuhan. Karena dengan berpikir tentang diri kita sendiri pada akhirnya kita akan mengenal Tuhan. Lalu apa yang dikatakan oleh al-Qur’an sendiri tentang Allah sebagai firman tuhan yang didokumentasikan oleh khalifah Usman yang kemudian dikenal dengan ros utsmani?

Di dalam surat al-Ihklas, Al-qur’an menegaskan bahwa Allah itu adalah ahad, kesatuan. Ada alasan-alasan yang cukup logis arti kesatuan ini dipilih. Pertama, kalau kata ahad ini diterjemahkan dengan arti satu atau tunggal, bagaimana Allah akan mengawasi seluruh manusia. Sedangkan jumlah manusia sendiri banyak. Makhluk selain manusia juga banyak. Dengan alasan ini kemudian makna kesatuan dipilih. Artinya seluruh makhluk yang ada, tampak maupun tidak tampak, berada di dalam kesatuan Allah, united of Allah.

Hal ini kemudian bisa dipahami kalau tidak ada sesuatupun berada di luar Allah. Karena tidak ada apapun yang berada di luar Allah, maka tidak ada apapun yang berada di luar kendali dan kuasanya. Inilah kemudian al-qur’an lebih lanjut mengatakan bahwa dimanakah kamu menghadap, maka disitulah kamu menghadapkan dirimu kepada Allah. Fa ainama tuwellu, fa tsamma wajhullah.

Lalu apa hubungannya dengan ucapan rasul bahwa kita cukup mengenali diri kita sendiri. pertama manusia itu adalah makhluk yang paling sempurna. Orang jawa mengatakan bahwa manusia ini adalah jagad raya kecil. Dengan kata lain, manusia ini adalah miniatur alam semesta. Bintang-bintang yang ada di langit ada di otak kita. Kalau kita belajar biologi manusia, konstruksi otak manusia mirip rancangan semesta yang cukup rumit. Namun untuk lebih memudahkan pemahaman, marilah kita menelaah manusia dalam tataran yang lebih simpel. Siapa sebetulnya diri kita ini?

Secara garis besar, diri ini terdiri dari dua aspek. Aspek dhahir (tubuh kasar) dan aspek batin (tubuh halus). Aspek dhahir menyangkut apa yang bisa dilihat oleh mata indra kita. Sedangkan aspek batin berkenaan dengan seuatu yang hanya bisa dirasakan. Aspek batin yang paling bisa kita rasakan adalah nafas yang keluar masuk dari tubuh kita. Nafas bisa kita rasakan dengan hidung kita, namun tidak bisa dilihat oleh mata kita. Agama mengajarkan bagaimana di setiap keluar masuknya nafas kita ini untuk tidak lupa mensyukurinya dan mengingatnya. Bersyukur atas nafas yang keluar masuk dalam tubuh kita tanpa bayar alias gratis. Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan ketika orang mulai sesak nafas dan tidak bisa bernafas.

Aspek batin yang kedua adalah pikiran kita. Pikiran ini begitu jelas dan begitu nyata, tapi bukan produk iklan. Kalau kita memikirkan sesuatu, pasti ada sesuatu yang muncul. Ketika kita memikirkan orang yang kita cintai, orang tersebut hadir di depan kita. Bahkan kenangan-kenangan yang telah dilalui bersama muncul dalam pikiran kita. Dalam sebuah penelitian modern dikatakan bahwa manusia dalam setiap harinya memunculkan lima puluh ribu pikiran. Bisa dibayangkan berapa juta manusia yang ada di bumi, dikalikan dengan lima puluh ribu macam pikiran. Seandainya pikiran manusia itu kemudian menjadi padat, maka bumi ini tidak akan muat. Sesak dengan isi pikiran manusia.

Aspek batin yang ketiga adalah perasaan. Perasaan ini menyangkut alam bawah sadar manusia yang menurut psikoanalisis Freud, mengendalikan manusia dalam bertindak. Kalau kita membayangkan gunung es, maka alam kesadaran hanya menempati puncak gung es. Separo dari gunung es dan terus sampai ke dasar gunung, merupakan alam ketidaksadaran yang mendominasi prilaku manusia. Berbeda dengan pikiran yang sifatnya logis dan berada di alam sadar, perasaan lebih menyangkut bagian batin manusia yang nirsadar. Perasaan inilah yang menurut pengarang buku Quantum Ikhlas, Sentanu, 85% menentukan keberhasilan manusia. Sedangkan pikiran hanya menentukan keberhasilan manusia sebesar 15 %.

Inilah sekelumit cerita tentang tuhan dalam kaitannya dengan penciptaannya. Nampaknya penjelasan di atas yang seyogyanya menggampangkan akan konsep tuhan, akan dianggap oleh pembaca sebagai penjelasan yang juga sulit dicerna. Apalagi penjelasan di atas mau dijelaskan kepada anak kecil yang masih berumur 7 tahun. Sehingga bisa dipahami kalau jawaban sang ayah adalah jalan terbaik untuk memberikan jawaban bagi si anak: nak, kelak engkau akan mengerti bila tiba waktunya mengerti. Karena kehidupan ini hanya bisa dipahami dari belakang, namun harus dijalani dari depan. Engkau tidak akan mengerti alam pemikiran orang tua, apabila engkau belum menjadi orang tua. Engkau tidak akan mengerti Tuhan, bila dirimu tidak diliputi oleh Tuhan. Hanya tuhanlah, yang mengerti akan dirinya sendiri, ujar sang ayah.

Akhirnya selamat membaca.